Mendaki gunung saat ini telah menjadi hobi baru di kalangan masyarakat entah anak muda, remaja dan orang dewasa. Apalagi semenjak munculnya film 5 cm yang di situ memperlihatkan pengambilan angle lanskap dari Mahameru yang membuat hati (hampir setiap) orang yang melihat menjadi berdesir, dengan footage-footage yang membangkitkan hasrat untuk berpetualang. Dan setelah itu antrian dan rombongan orang yang berbondong-bondong ingin mendaki gunung.
View yang disebut samudera di atas awan yang hanya bisa ditemukan di tempat tinggi seperti puncak gunung adalah alasan terbesar bagi mereka yang ingin melakukan aktivitas ini. Gunung menjadi tujuan utama sekaligus serbuan mereka yang ingin menikmatinya. Sampai-sampai pemandangan berganti menjadi lautan manusia karena begitu banyaknya mereka yang datang berbondong-bondong.
Mendaki gunung sekarang seperti menjadi sebuah trend, banyak diantara mereka datang hanya karena ingin berfoto selfie dan menikmati saja. Setelah itu mereka turun dengan meninggalkan banyak sampah. Mereka lupa bahwa mendaki gunung ada aturan dan etikanya. Ada norma tidak tertulis yang sebisa mungkin harus dijalankan. Apalagi jika gunung yang didaki masuk dalam kawasan Taman Nasional, tentu aturannya lebih ketat. Banyak pendaki yang telah melupakan kodratnya, bahwa pendaki adalah manusia; mahluk sosial yang sering kali dalam keadaan tertentu membutuhkan uluran pertolongan dari manusia lainnya.
Banyak juga di antara mereka hanya sekedar asal naik gunung tanpa melakukan persiapan yang matang. Alhasil banyak dari mereka yang terpaksa harus ditandu turun oleh tim SAR.
Mereka lupa bahwa tujuan utama mendaki gunung adalah untuk belajar dari alam. Belajar menjadi orang yang kuat dalam menjalani hidup, belajar lebih bertanggung jawab dari hal-hal kecil, belajar menjadi orang yang bisa memanajemen waktu dan sesuatu yang kita punya. Belajar banyak hal yang tidak di dapatkan di tempat lain.
Apakah itu mendaki gunung jika hanya main-main. Mendaki bukan permainan karena nyawa bisa menjadi taruhan. Jika alasan Anda mendaki karena mencintai alam ini, mana bukti kecintaan Anda pada alam? Pada kenyataannya tidak ada wujud yang bisa Anda katakan dengan mencintai alam. Setidaknya tunjukkan hal kecil seperti paling tidak bawalah sampahmu sendiri turun kalau tidak mau membawa sampah orang lain. Jangan rusak atau tebang segala sesuatu yang ada di alam.
Tinggalkanlah rasa manja karena alam bukan seperti di rumah yang semuanya serba ada dan instan. Di sini juga bukan tempat untuk bermain, tapi tempat kita menuntut ilmu dari alam. Tempat kita berkaca diri siapa kita di dunia ini. Tempat kita untuk sadar bahwa alam yang begitu indah ini lama-lama akan hilang dan tak ada lagi keindahan jika kita tidak bisa menjaganya.
Sampai kapan kita hanya menjadi orang yang mementingkan kesenangan sendiri. Sampai kapan kita menganggap diri kita adalah raja yang bebas semaunya. Sudah saatnya kita mengerti dan tidak hanya berdiam diri melihat alam yang menangis dan berteriak meminta pertolongan.
Ketika api dan panas membakarnya dan menghanguskannya tanpa tersisa kehijauan. Salah siapa bila bukan salah kita sendiri yang selalu mengatakan pada semuanya kalau kita mencintai alam ini. Kasihanilah mereka yang selalu berusaha untuk menjaga alam ini dan bersedia mengabdikan hidupnya untuk alam.
Mulai dari awal, tekankan lagi apa niat kita mendaki? Jangan lagi ada yang namanya kebakaran akibat api unggun yang tidak mati, kebakaran akibat putung rokok atau api unggun yang kita buat. Jangan ada lagi korban karena kecerobohan dan ketidak hati-hatian. Jangan ada lagi sampah yang menggunung karena gunung bukan tempat sampah. Jangan ada lagi kesombongan dalam diri kalau kita manusia yang punya segalanya.
Mencintailah dari hal kecil jika tidak bisa mewujudkannya dari hal besar. Karena dengan mencintai yang sebenarnya, kita bisa menikmati hasil dari kita mencintai.
Selamat mendaki gunung..
Source:
0 komentar:
Posting Komentar